Rabu, 26 Juni 2013

ARTI SEBUAH KEJUJURAN



Diakui atau tidak, krisis ekonomi yang sempat menghempaskan kapal negeri ini di sebabkan oleh ketidak-jujuran para pemimpin bangsa selama tiga dasawarsa. Sehingga Indonesia menyandang Negara terkorup se-ASEAN. Rupanya kebiasaan lama ini akan dilestarikan oleh para wakil kita di era reformasi. Hal ini nampak pada pemutar balikan fakta. Mereka mengajarkan kebohongan. Dan menanggalkan jauh-jauh baju kejujuran. Sebenarnya, apa sih jujur itu?.
Mungkin benar iklan di sebuah radio, kerjakan, apa yang harus anda kerjakan. Katakana, apa yang harus anda katakana. Dengarkan, apa yang harus anda dengarkan. Baca, apa yang harus and abaca!
Suatu hari seseorang dating kepada Rasulullah. Dia matur kepada Rasul, “Wahai Muhammad, aku ingin ikut ajaranmu. Cuma aku masih senang mabuk-mabukan, mencuri, berzina dan berbohong. Orang-orang bilang, kamu melarang kesenanganku itu. Sungguh, aku tak sanggup meninggalkannya. Apakah masih ada peluang untukku untuk bersamamu ?” Nabi menjawab “Jangan khawatir, Islam terbuka untuk siapa saja. Kalau masih eman dengan kebiasaanmu itu, tidak apa-apalah. Tapi satu syarat yang harus kamu penuhi”. “Apa itu, Muhammad ? “,Tanya laki-laki itu penasaran. “Jujurlah, jangan suka berdusta !”.Dia terima persyaratan tersebut dan masuk Islam. “Gampang sekali agama Muhammad. Syaratnya hanya jujur”,gumamnya dalam hati.
Gambaran di atas menggugah hati dan fikiran kita untuk bertanya. Apakah hakekat sebuah kejujuran ? Apakah semua kejujuran dianjurkan dan dibenarkan ? Apakah dusta itu selalu berkonotasi jelek ? Lalu, apakah pengaruh kejujuran dalam kehisupan kita sehari-hari ?
Jujur dalam bahasa arab disebut dengan ‘as-shidqu’. Dan gambaran as-shidqu, ditampilkan begitu rupa oleh para ulama. Jujur digambarkan sebagai persesuaian kata hati dengan realitas. Adanya keseimbangan antara memori yang masuk dalam jiwa dengan kenyataan yang terjadi. Dengan redaksi yang lain, Al-Qusyairi maengatakan bahwa jujur minimal ada keseimbangan antara yang sirr (rahasia/tersembunyi) dan alamiyah (kasat mata). Lebih lanjut Al-Junaid berpendapat, hakekat jujur adalah berkata yang benar dalam kondisi yang gawat yang memaksa dia untuk berdusta akan tetapi dia tetap konsis untuk berkata yang benar. Itulah jujur. Oleh sebab itu, As-Shiddiq adalah seorang yang perkataan dan perbuatannya benar dan sesuai dengan kenyataan. Lalu dia merefleksikan kebenaran itu dengan perbuatan.
Oleh sebab itu, Al-Ghazali mengatakan bahwa as-shidqu (jujur) digunakan pada enam pengertian. Pertama, shidqu al-lisan (jujur dalam perkataan). Apa yang dikatakan sesuai dengan kenyataan yang ada. Termasuk menepati janji. Dalam hal ini ada dua komponen. Pertama, menghindar dari ma’aridl (hal-hal yang tidak sesuai dengan realitas). Karena jujur itu adalah apa yang dituju secara esensial, bukan bentuk luarnya. Maka tidak bisa dikatakan jujut jika seseorang berkata tanpa dia paham apa yang sesungguhnya. Kedua, menjaga makna jujur dalam perkataan yang digunakan untuk munajat kepada Allah. Dalam artian, apa yang diucapkan sesuai dengan yang ada dalam hatinya. Misalnya, dia bilang “saya hamba Allah”. Dia harus betul-betul menghamba (tunduk) kepada Tuhan. Kalau tidak, berarti dia telah berdusta. Kedua, Shidqu Fi an-niat wal al-iradah (jujur dalam niat). Yaitu apa yang diniati murni karena Allah swt. Tidak ada motifator lain yang menyuruh dia diam dan bergerak kecuali Allah Swt. Itulah yang dikenal dengan ikhlas. Ketiga, Shidqu al-azmi (jujur dalam tekad). Yaitu dia bertekad dengan sungguh-sungguh untuk melaksanakan keinginannya demi kebaikan. Misalnya, dia bertekad andaikata dia menjadi presiden, maka dia akan melaksanakan pemerintahan yang bersih dan adil. Tidak akan melakukan KKN. Keempat, as-shidqu fi al-wafa’ bi al-azmi (jujur dalam melaksanakan tekad). Ini sebagai konsekwensi dari shidqu al-azmi. Ketika cita itu sudah nyata dan dia mampu maka dia harus mewujudkan apa yang menjadi tekad sejak awal. Kelima, as-shidqu fi al-a’mal (jujur dalam perbuatan). Bersungguh-sungguh untuk menyeimbangkan antara apa yang ada dalam hati dengan penampilan dhahir. Seperti, orang memakai baju takwa dia harus menyeimbangkan keadaan hatinya untuk benar-benar takwa kepada Allah swt. Sesuai penampilan dhahirnya. Keenam, as-shidqu fi maqamati al-din (jujur dalam maqam-maqam agama). Misalnya, jujur dalam zuhud, ridha, tawakkal, cinta dan sebagainya. Dalam artian, dia sungguh-sungguh di dalam menjalani maqam tersebut. (Ihya’ Ulumi ad-din, IV, 409-413).
Ada satu pertanyaan yang terus mengganjal dihati. Apakah jujur mesti baik dan dusta pasti jelek ?. untuk menjawabnya, ada sabda Nabi saw :
LA YASLUHUL KADZIBU ILLA FI TSALASIN KADZIBUR ROJULI MAAMROAATIHI LITARDHO ANHU AW KADZIBU FIL HARBI FAINNAL HARBA KHUDATUN AW KADZIBU FI ISLAHIN BAINANNAS
Artinya : “Dusta tidak layak dilakukan, kecuali pada tiga hal. Seorang suami yang bohong pada istrinya, supaya si istri rela pada suaminya. Berdusta dalam peperangan, karena perang itu adalah tipu daya. Dan berbohong dalam rangka ishlah (mendamaikan pertikaian) diantara manusia”. (Musnad Ahmad Ibnu Hanbal (27668), X, 442). Hadist tersebut mengindikasikan bahwa tidak selamanya dusta itu jelek. Tapi, ada beberapa hal yang membolehkan –meng-haruskan- untuk berdusta. Seperti, ketika kita ditanya tentang ‘aurat’ (aib) saudara kita. Kita wajib berdusta dengan memberi jawaban yang tidak semestinya. Demikian dalam rangka mendamaikan keretakan yang terjadi di masyarakat kalau dusta tersebut merupakan suatu jalan untuk mewujudkan kedamaian. Begitu pula halnya dengan jujur. Tidak selamanya jujur itu baik. Bahkan ada beberapa hal yang tidak boleh di ‘ekspos’ secara jujur. Contohnya, adu domba, memberikan informasi yang tidak disenagi oleh keluarganya dan sebagainya. Oleh sebab itu, dusta bisa boleh jika bisa mengantarkan pada kedamaian. Juga, jujur menjadi haram ketika mendatangkan malapetaka. (Ithafu as-Sadati al-Muttaqin, LXVII, 8-9). Menurut uraian panjang diatas, betapa jujur menjadi inti dari pergaulan kehidupan sehari-hari. Karena itu, sejak awal Nabi saw. Telah bersabda :
INNA SHIDQOYAHDI ILAL BIRRI WAINNAL BIRRO YAHDI ILAL JANNAH WAINNAR ROJULA LA YASDUQO HATTA YAKUNA SHIDQAAN
Artinya : “Sesungguhnya jujur mengantarkan kebaikan. Dan kebaikan akan membawa ke surga. Sesungguhnya seorang laki-laki haruslah jujur sehingga dia menjadi seorang yang shiddiq”. (Fathu al-Bari (6094), X, 507).
Minimal, ada empat hal yang bisa kita raih dari sebuah kejujuran.
Pertama :
Kelapangan dan ketengan jiwa. Sebab, Nabi bersabda, “kejujuran itu adalah ketenanga”. HR. At-Turmudzi.
Kedua :
Mendapatkan keberkahan dalam usaha (bisnis)
Ketiga :
Mendapatkan keuntungan –berupa pahala di akhirat- sebagaimana yang diberikan kepada syuhada’ (yang mati di medan perang).
Keempat :
Akan terhindar dari hal-hal yang dibenci.
Minhaj al-Muslim, 154-155

Dari itulah, sangat wajar kalau Allah berfirman :
YAA AYYUHAL LADZINA AMANUT TAQULLAHA WAKUNU MAASHODIQIN
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah. Dan jadilah kalian bersama orang-orang yang jujur”. (QS. At-Taubah [9], 119).   
                   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

I Love Noah